Oleh Nopia Elpemi Mahasiswi Prodi BKPI Fakultas Tarbiyah IAIN SAS BABEL 2020
Anak adalah anugerah dari Tuhan yang dititipkan kepada orang tua. sejatinya anak merupakan hasil interpretasi dari orang tua, keluarga, dan ingkungan masyarakat tinggalnya. Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak menerangkan bahwa anak merupakan tunas, potensi, generasi muda penerus cita-cita perjuangan bangsa, memiliki peran strategis dan memiliki potensi menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan Negara pada masa depan. Melihat begitu berharganya seorang anak seharusnya anak selalu dijaga dan dirawat dengan penuh kasih sayang bukan kekerasan.
Kekerasan terhadap anak memiliki beberapa jenis yaitu kekerasan seksual, kekerasan fisik, kekerasan emosional. Dari beberapa jenis kekerasan terhadap anak, kekerasan seksual menempati posisi kasus terbanyak. Dari data Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) pada tahun 2019 ditemukan sebanyak 350 anak. Angka tersebut mengalami peningkatan jika dibandingkan dengan dua tahun sebelumnya.
Data yang telah dihimpun oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan Perlindungan Anak Kependudukan Pencatatan Sipil, dan Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana (DP3ACSKB) antara Januari-Juli sudah 62 anak menjadi korban pelecehan seksual di Bangka Belitung. Kasus terbanyak berada di Kabupaten Bangka Tengah dengan 18 kasus. (Media Indonesia 23/07/2020). Data di atas kemungkinan akan semakin bertambah mengingat tahun ini yang belum berakhir.
Anak yang menjadi korban kekerasan seksual akan mempunyai perubahan pada aspek fisik, psikologis, dan emosional. Anak yang menjadi korban kekerasan seksual biasanya juga mengalami kekerasan fisik oleh pelaku.
Kekerasan fisik yang diterima apalagi sampai meninggalkan bekas akan menyebabkan trauma pada anak. Adapun perubahan pada aspek psikologis dan emosional pada anak korban kekerasan seksual yaitu, anak akan marah, dendam, benci kepada pelaku, mengalami insomnia, mimpi buruk, depresi, mempunyai keinginan bunuh diri, masalah pada harga diri, dan lainnya.
Dampak jangka panjang yang sangat dikhawatirkan adalah anak yang pada masa kecilnya menjadi korban kekerasan seksual berpotensi menjadi pelaku kekerasan seksual ketika dewasa nantinya. (Tim Pramu, 2020) Salah satu conoth bahayanya kekerasan seksual terjadi pada awal Maret 2020 lalu yaitu masyarakat Indonesia digemparkan dengan kasus pembunuhan balita oleh seorang remaja perempuan.
Setelah kasusnya diusut ternyata pelaku pembunuhan terhadap balita tersebut merupakan korban kekerasan seksual oleh paman dan teman dekatnya.
Mengingat rentannya anak menjadi korban kekerasan seksual dan dampaknya yang begitu besar diperlukan kerjasama antara pihak pemerintah, masyarakat lingkungan sekitar anak tumbuh dan orang tua.
Pemerintah dalam hal ini harus memberikan pendampingan dan perlindungan kepada korban dan menetapkan hukuman yang berat kepada pelaku. Namun, nampaknya pemerintah Indonesia belum menganggap ini serius. Hal tersebut bisa dilihat dengan lambatnya proses hukuman kepada pelaku kekerasan seksual.
Lingkungan masyarakat tempat anak tumbuh dan berkembang juga harus menciptakan lingkungan yang sehat dengan tidak mendiamkan kasus kekerasan seksual yang terjadi kepada anak, tidak memberikan stigma negatif kepada anak korban kekerasan seksual.
Adapun beberapa hal yang dapat dilakukan orang tua yaitu memberikan penjelasan bahwa tidak sembarangan orang bisa melihat dan menyentuh bagian vital yang dimiliki oleh anak, orang tua juga harus menjelaskan hal apa yang harus dilakukan bila ada orang yang melanggar ketentuan tersebut pada anak, orang tua harus mengawasi aktivitas daring anak ketika menggunakan gawai, orang tua juga tidak boleh mengabaikan laporan anak berkaitan dengan kejahatan seksual, orang tua tidak boleh merasa anak yang menjadi korban kekerasan seksual adalah aib.
Apabila terdapat anak yang menjadi korban kekerasan seksual ada baiknya langsung melaporkan kepada lembaga-lembaga yang berwenang agar korban bisa ditangani guna meminimalisir dampak berlebih pada korban dan agar pelaku mendapatkan hukuman yang setimpal. Jika seluruh elemen bisa bekerjasama dengan baik dan tidak lagi mengedepankan stigma negatif kepada korban maka Indonesia bisa menekan kasus kekerasan terhadap anak.