Realita Daring, Hingga Kesenjangan Yang Terus Berlanjut

by -
Foto by: Hilhamsyah

 

“Pendidikan bukan persiapan untuk hidup. Pendidikan adalah hidup itu sendiri”- John Dewey. Pendidikan memegang peran penting dalam kehidupan. Pendidikan tidak hanya memberikan kita pengetahuan, tetapi juga bagaimana cara kita untuk hidup dengan nilai-nilai kebaikan.

Pentingnya pendidikan, sebuah Negara wajib menyediakan pendidikan yang berkualitas dan wajib memfasilitasi segala hal yang diperlukan dalam pendidikan. Segala problematika pendidikan, pemerintahlah yang bertanggung jawab agar terwujudnya pendidikan yang seharusnya. Termasuk saat pendemi Covid-19 saat ini, yang terus mewabah yang menyerang berbagai lini kehidupan.

Dampak dari Covid-19 ini begitu besar hingga segala aktivitas dikerjakan dirumah, begitu pula dengan pendidikan. Hampir 1 tahun proses pembelajaran dilakukan di rumah atau yang dikenal dengan daring. Berbagai persoalan pun muncul dari pembelajaran daring ini. Hingga berbagai kendala dan realita yang harus dihadapi dalam pembelajaran daring yang menunjukkan sulitnya proses belajar.

Pembelajaran daring, jauh dari kata efektif. Mulanya muncul sebagai solusi tapi malah menambah persoalan baru. Semakin tingginya kenaikan Covid-19 menandakan juga daring akan berlanjut, dan itu menandakan kesenjangan daring pun akan berlanjut. Berikut saya jelaskan realita yang ditemui dalam pembelajaran daring.

Baca juga:  Formasi KIP-K IAIN SAS Bangka Belitung Gencarkan Pengabdian Masyarakat melalui Program Formasi Berbagi

1. Daring Berlanjut, Dompet Menyusut

Terdapat banyak sekali media virtual yang digunakan dalam pembelajaran daring yang membutuhkan data seluler. Tidak bisa dianggap remeh, masalah kuota sangat penting diperhatikan. Tanpa kuota pembelajaran daring tidak akan bisa dijalankan. Pemerintah pun menyalurkan bantuannya dengan memberikan subsidi paket kuota internet. Namun, hal ini tidaklah cukup, kenyataannya masih banyak yang mengeluhkan paket internet. Hingga mereka harus mengeluarkan uang kembali.

2. Sinyal Jadi Buronan

Media online tak kenal batas dan tak kenal waktu. Daring pun tak pandang lokasi. Daring hanya pandang E, H, 2G, 3G dan 4G, jaringan internet seolah menjadi buronan yang dikejar-kejar setiap hari agar daring tetap berjalan lancar. Berdasarkan hasil rapat TIK nasional, tingkat pemerataan jarigan internet menjadi prioritas utama pemerintah (Dewan TIK Nasional, 2020). Namun, hal tersebut belum sama sekali dirasakan oleh mahasiswa, apalagi di wilayah pedesaan.

3. On/Off Kamera, Mahasiswa Beba Lakukan Apa Saja

Ada atau tidaknya peraturan mengaktifkan kamera, sebagai mahasiswaa harus paham fungsi mengaktifkan kamera. Dengan mahasiswa menghidupkan kamera dosen bisa memantau mahasiswa yang tetap mengikuti jalannya perkuliahan. Namun, adanya fitur on/off camera membuat mahasiswa bebas melakukan apa saja ketika daring, dan kurang bersungguh-sungguh dalam belajar.

Baca juga:  Kemendikbud RI Luncurkan Program Kampus Mengajar Angaktan Pertama Tahun 2021

4. Harusnya Dibentuk, Malah Tak Terbentuk

Motivasi selama pembelajaran daring berdampak pada kurang antusiasnya dalam belajar. Ekosistem diskusi lewat daring memberikan kesan yang monoton. Sehingga timbulnya rasa jenuh. Karena hal ini banyak mahasiswa kurang antusias dalam pembelajaran daring. Motivasi yang seharusnya dipupuk malah tak terbentuk.

5.Rendahnya Literasi digital

Kemampuan literasi digital ialah kemampuan untuk memahami, menggunakan dan mendapatkan informasi dari berbagai sumber dalam bentuk digital. Munculnya berbagai macam platform aplikasi pembelajaran daring menuntut literasi digital yang memadai yang harus dimiliki mahasiswa. Banyaknya mahasiswa tidak nyaman menggunakan aplikasi-aplikasi tersebut akibat tidak menguasai teknologi, padahal jika mereka menguasainya hal ersebut tidak mungkin terjadi.

Berdasarkan uraian diatas, menunjukkan tidak efektifnya pembelajaran daring. Diharapkan menjadi solusi, namun menimbulkan kesulitan yang lainnya lagi. Meskipun pemerintah telah memberikan berbagai fasilitas berupa paket kuota internet, belajar tatap muka tetap lebih baik dari pembelajaran daring. Meskipun saat ini kita berada di era revolusi industri 4.0, yang mengahruskan kita untuk memanfaatkan segala kecanggihan teknologi, namun hal yang perlu diperhatikan ialah pendidikan karakter. Peran pembelajaran daring dalam pembentukan pendidikan karakter sangatlah minim.

Baca juga:  Hari Konstitusi Republik Indonesia: Deteriorasi Reformasi

Pendidikan sendiri bertujuan untuk menanamkan nilai-nilai karakter yang didalamnya terdapat komponen pengetahuan. Jika nilai karakter sudah tertanam, maka terbentuklah kemampuan individu yang lebih baik, sehingga mudah untuk merubah lingkungan sekitar sesuai dengan perkembangan zaman. Pendidikan karakter ditentukan oleh pendidikan. Namun dengan pembelajaran daring hal sangatlah sulit, melihat tidak efektifnya pembelajaran daring.

Pendidikan akan membentuk karakter seseoang, bukan hanya nilai bekedok angka dan mutu. Melalui video virtual ataupun grub media sosial, guru dan dosen tidak bisa mengontrol siswa dan mahasiswanya, apa yang dikerjakannya, apakah ia berprilaku baik, jujur ataukah melihat perkembangan usaha mereka. Jika pembelajaran daring terus berlanjut, maka tidak bisa dibayangkan apa yang terjadi kedepannya dengan karakter generasi selanjutnya.

Jika pembelajaran daring bertujuan agar pandemi segera berakhir maka alasan tersebut kurang tepat. Pembelajaran tatap muka dengan tetap memperhatikan protocol kesehatan akan mampu menghasilkan pembelajaran yang efektif. Solusi yang terpenting yaitu saling menjaga, antara pihak kampus, mahasiswa dan tenaga kesehatan. Karena sejatinya kunci covid-19 saling menjaga.

Penulis : Hilhamsyah