Oleh: Elni Yufina
Mahasiswa KKN-DR Prodi PAI
Fakultas Tarbiyah IAIN SAS BABEL
Pada hakikatnya, manusia telah dilahirkan dalam keadaan fitrah dalam arti lain suci, yang mana ada beberapa faktor yang akan mempengaruhi perkembangan seseorang. Dari segi baik atau buruknya diri seseorang tercipta dari pendidikan yang diperoleh.
W.H.Clarck mengemukakan bahwasannya bayi yang baru lahir merupakan makhluk yang tidak berdaya, namun ia dibekali dengan berbagai kemampuan yang bersifat bawaan (Jalaluddin:2015). Dapat diartikan untuk mengembangkan sifat bawaan seseorang pasti memerlukan sarana, dan pendidikan adalah sarana yang tepat untuk mencapai hal tersebut.
Terlebih sebagai umat Islam maka pendidikan Islam tentu menjadi sebuah jalan untuk ditempuh yang mana pendidikan Islam bertujuan menumbuhkan keseimbangan pada pribadi seseorang dengan melalui latihan spiritual, intelektual, rasional diri, perasaan dan kepekaan tubuh seseorang.
Dengan kata lain, pendidikan Islam memiliki peranan yang sangat penting bagi seseorang, yang mana pendidikan tersebut merupakan bentuk nyata terhadap perkembangan jiwa keagamaan seseorang. Sehingga seseorang akan lebih memahami dan terinternalisasi esensi rasa agama itu sendiri.
Pertama, rasa bertuhan, yaitu merasa ada yang Maha Besar yang memiliki kuasa atas dirinya serta alam semesta. Kedua, rasa taat, yaitu rasa ingin mengarahkan diri dari hal-hal yang diwajibkan oleh-Nya serta mengikuti aturan-aturan dalam Islam. Apabila jiwa keagamaan telah tumbuh, maka akan terbentuk sikap keagamaan yang termanifestasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Anak-anak sebelum memasuki masa sekolah hingga memasuki sekolah dasar, mereka memiliki lingkungan tunggal, yaitu keluarga. Maka tidak heran lagi, jika beberapa kebiasaan yang dimiliki oleh anak sebagian besar terbentuk dari pendidikan keluarga.
Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh W.H. Clarck, disini terlihat adanya dua aspek yang kontradiktif. Disatu sisi bayi dalam kondisi tidak berdaya, namun disisi lain bayi memiliki kemampuan untuk berkembang. Walaupun bayi memiliki kemampuan dan potensi bawaan, akan tetapi mereka tidak bisa berkembang secara normal tanpa adanya investasi dari luar. Disini mereka memerlukan pemeliharaan, pengawasan serta bimbingan yang sesuai.
Keluarga adalah pendidikan pertama dan orang tua ialah pendidik bagi anak-anaknya. Orang tua secara kodrat memiliki naluri, dari naluri itu sendiri timbullah rasa kasih sayang terhadap anak sehingga orang tua memiliki tanggungjawab dalam lingkungan keluarga, diantaranya: memelihara dan membesarkan anak sebuah bentuk sederhana orang tua dalam mempertahankan kelangsungan hidup anak.
Kemudian melindungi dan mengayomi anak, baik secara jasmani maupun rohani. Orang tua juga memberikan pengajaran dalam arti yang luas, sehingga anak bisa memperoleh pengetahuan serta kecakapan, baik pengajaran dunia maupun akhirat.
Mengapa pendidikan keluarga sangat penting?. Karena pendidikan keluarga merupakan pendidikan dasar bagi pembentukan jiwa keagamaan.
Menurut W.H.Clarck perkembangan agama berjalan dengan unsur-unsur kejiawaan sehingga sulit untuk diidentifikasikan secara jelas, karena masalah yang menyangkut kejiwaan manusia demikian rumit dan kompleksnya (Jalaluddin: 2015). Namun demikian, melalui unsur-unsur kejiwaan tersebutlah agama itu akan berkembang.
Dalam hal itu pula terlihat peran pendidikan keluarga dalam menanamkan jiwa keagamaan pada anak. Maka dari itu, peran orang tua mampu untuk membentuk arah keyakinan pada anak, karena setiap bayi yang dilahirkan sudah memiliki potensi untuk beragama, namun bentuk keyakinan agama yang dianut anak sepenuhnya tergantung dari didikan dan pengaruh orang tua terhadap anak.
Dengan demikian, seharusnya anak sudah dibiasakan dari sejak dini untuk melakukan hal-hal positif yang dapat berpengaruh dengan jiwa keagamaannya, karena kenyataan akan membuktikan jika semasa kecil anak tidak diajarkan dengan ilmu agama, maka setelah dewasa mereka pun tidak ada perhatian terhadap hidup keagamaan.