Karena Daring, Nilai Asal Kasih

by -
Sumber: wartafeno.com

 

Saat ini sudah kita ketahui bahwa dalam 1 tahun belakangan ini aktivitas belajar Sekolah atau Perguruan Tinggi yang biasanya dilakukan tatap muka sekarang melalui daring.
Daring merupakan metode belajar yang menggunakan model interaktif berbasis internet dan Learning Manajemen System (LMS). Daring ini biasanya menggunakan aplikasi Zoom, Google Meet, dan lainnya.

Masa daring ini aktif terhitung mulai dari tahun 2020 hingga sekarang. Selama kurang lebih 1 tahun banyak sekali keuntungan dan kerugian dari daring ini. Sehingga muncul permasalahan di setiap sekolah dan perguruan tinggi. Masalah seperti, jaringan, kuota, hp, dan semakin tidak pahamnya penuntut ilmu terhadap pelajaran yang seharusnya didapatkan dengan baik. Karena daring justru merugikan sebagian orang. Mengapa demikian?

Pendidik tidak bisa memilah yang serius belajar dan yang tidak

Baca juga:  Pergejolakan Antara Hasrat Dalam Diri VS Luar Diri Di Kalangan Milenial

Disekolah atau perguruan tinggi biasanya pendidik dapat melihat mana yang serius belajar dan yang tidak. Tapi karena pandemi Covid 19 ini mewajibkan seluruh manusia terutama penuntut ilmu untuk belajar dirumah, menghindari kerumunan.

Karena hal ini, tidak sedikit pula penuntut ilmu semakin malas belajar dalam menuntut ilmu. Tapi, tidak sedikit juga yang serius dalam belajar. Penyebab dari hal diatas biasanya bermula dari Niat, Malas, dan banyak ragamnya seperti masalah jaringan, kuota, krisis ekonomi, tidak ada gadget, dan yang biasanya terjadi adalah niat dari penuntut ilmu itu sendiri, yakni ia akan berfikir ” saya masuk untuk absen, ngerti atau tidak itu tidak masalah.

Perlu juga diingat, penyebab dari itu semua tidak semuanya berasal dari sang penuntut ilmu tetapi juga dari sang pendidik. Dapat juga kita jumpai, ada pendidik yang Acuh, tidak peduli paham atau tidaknya penuntut ilmu, asal kasih tugas, pembawaan suasana yang terlalu tegang, memaksa agar penuntut ilmu paham semua padahal pendidik itu tidak memberi feedback yang bisa diterima dengan baik.
Lalu bagaimana dengan mereka yang serius belajar lantaran permasalahan di atas?
Dalam hal ini ada begitu banyak penuntut ilmu yang memperjuangkan keseriusannya dalam menuntut ilmu. Tapi, lagi-lagi karena daring, semua terlihat begitu percuma. Dimana semua penuntut ilmu dianggap sama rata dalam hal keseriusan belajar padahal tidak. Padahal banyak sekali dari mereka yang acuh terhadap ilmu dan ini semua berimbas kepada yang serius belajar.

Baca juga:  MAHASISWA KKN-MB IAIN SAS BABEL DESA PENUTUK GELAR PAWAI OBOR DALAM RANGKA MENYAMBUT MAULID NABI MUHAMMAD SAW 1444 H

Pendidik biasanya.memberi nilai dengan kapasitas yang tidak sesuai. Yang tidak serius dalam belajar mendapat nilai yang memuaskan sedangkan yang serius belajar mendapat nilai yang tidak sesuai dengan usaha yang dilakukannya. Karena hal ini, menyebabkan timbulnya rasa kecewa dari sang penuntut ilmu terhadap sang pendidik, ia merasa tidak dihargai akan usahanya selama ini dan munculah pemikiran ” Untuk apa Belajar, jika tidak belajar pun mendapat nilai yang memuaskan”.

Ada baiknya bagi seorang pendidik untuk memikirkan dengan baik hal tersebut, karena hal ini akan berdampak terhadap penuntut ilmu. Dan juga penuntut ilmu harus bisa merubah niat dan mengendalikan rasa malasnya.

Penulis : Ferrennika

Baca juga:  Momentum Kemerdekaan : Tentang Kebebasan Berpendapat