” Melemahnya Perekonomian Nelayan Akibat Covid-19”

by -
Sri Wahyuni

Sri Wahyuni

Beberapa bulan ini dunia dihebohkan oleh Virus corona yang tengah menyerang masyarakat dunia yang saat ini dalam istilah kedokteran disebut sebagai Covid-19. Dikutip dari Center for Disease Control and Prevention, virus corona merupakan jenis virus yang diidentifikasi sebagai penyebab penyakit pada saluran pernapasan, yang pertama kali terdeteksi muncul di Kota Wuhan, Tiongkok.

Virus ini diketahui pertama kali muncul di pasar hewan dan makanan laut di Kota Wuhan. Dilaporkan kemudian bahwa banyak pasien yang menderita virus ini dan ternyata terkait dengan pasar hewan dan makanan laut tersebut. Orang pertama yang jatuh sakit akibat virus ini juga diketahui merupakan para pedagang di pasar itu.

Baca juga:  Momentum Kemerdekaan : Tentang Kebebasan Berpendapat

Indonesia pertama kali mengkonfirmasi kasus COVID-19 pada Senin 2 Maret lalu. Saat itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) mengumumkan ada dua orang Indonesia positif terjangkit virus Corona yakni perempuan berusia 31 tahun dan ibu berusia 64 tahun dan seiring berjalannya waktu virus ini mangkin menyebar ke semua penjuru Indonesia termasuk Bangka Belitung.

Sehingga membuat masyarakat harus menunda tradisi yang biasa tiap tahun dilakukan bukan hanya tradisi akan tetapi tempat-tempat yang menjadi mata pencarian perekonomian mereka pun harus di tutup sementara waktu sampai pandemi ini benar-benar dinyatakan bebas.

Bukan hanya itu saja dampak Covid-19 ini pun berdampak pada ekonomi masyarakat. Banyak masyarakat yang ekonomi kecil mengeluhkan dampak buruk perekonomian yang menurun drastis dari waktu normal. Hal sama sangat dirasakan nelayan terutama nelayan Desa Pusuk, Kecamatan Kelapa.
Oleh sebab itu, nelayan Desa Pusuk terpaksa harus menjual hasil tangkapan mereka kepada masyarakat dengan harga yang sangat murah atau turun lebih dari 50 persen dari harga biasanya. Hal ini terjadi karena banyak merosotnya perekonomian akibat dari covid-19.

Baca juga:  Konspirasi Birokrasi dengan Narasi Demokrasi

Salah satu nelayan di Pusuk mengatakan, harga kepiting atau biasanya disebut masyarakat lokal dengan sebutan rajungan, biasanya dibeli oleh pengepul berkisar Rp. 45.000/kg, kini dijual kepada masyarakat hanya berkisar Rp. 20.000 sampai dengan Rp. 35.000/kg tergantung besar kecilnya rejung tersebut.
Walau begitu masyarakat desa pusuk tetap pergi melaut, karena itu mata pencaharian sehari-hari mereka. Walaupun terkadang hasil pergi melaut mereka kadang tidak mencukupi modal awal yang dikeluarkan , tetapi mereka tetap semangat walau harga merosot akibat Covid-19.

Pemerintah sebenarnya perlu untuk segera menjaga dampak yang ditimbulkan dari merebaknya wabah Virus Corona baru atau COVID-19 terhadap kondisi perekonomian nelayan agar tidak semakin terpuruk, dengan cara memberikan perlindungan dan jaminan kepastian usaha mereka.

Baca juga:  COVID-19 DAN PEREKONOMIAN MASYARAKAT