Rila Dzilari,tepatnya di panggil Rila.Wanita yang berniat mulia demi masa depan hidupnya. Di saat umur Rila beranjak 12 tahun,di saat itu pula ia ingin menimba ilmu ditempat yang suci yaitu di pesantren. Jauh dari orang tua bukan menjadi masalah buat Rila walau itu terasa berat dalam lubuk hatinya. Tapi beginilah menuntut ilmu,bisa di berbagai tempat. Kedua orang tua Rila pun meridhai dengan kemuliaan yang Rila tentukan. Dengan keridhan dari orang tua di sana lah keberkahan ilmu yang di tuntut oleh rila.
Di hari ini tepatnya Sabtu, 9 Agustus 2014 di mana Rila menginjakkan kakinya untuk pertama kali di tempat yang suci dan penuh keberkahan. Sedih dan takut itu lah yang dialami rila, karena ia akan meninggalkan keluarga yang sangat di cintainya. Melihat suasana yang ramai membuat Rila kembali semangat. Ketika itu Rila dan keluarga meletakkan barangnya ke dalam asrama.
Dua jam berlalu,saatnya keluarga Rila pulang kerumahnya,di saat itu lah Rila akan di tinggalkan oleh keluarganya. Bersalaman kepada keluarga tanda Rila pamit untuk menimba ilmu di tempat yang suci. Berlinang air mata Rila karena ia akan berpisah dengan waktu yang cukup lama. Berganti sudah status Rila yang dulunya hanya seorang anak SD kini menjadi santriwati Pondok Modern Daarul Abror,yang siap menuntut ilmu demi masa depannya.
Kini kesedihan menjadi kebahagiaan,karena Rila Dzilari memiliki banyak teman dari berbagai daerah. Bermain,makan sampai tidur pun selalu bersama-sama dengan temannya. Rila dan ke 63 temannya menjadi angkatan pertama di Pondok Modern Daarul Abror. Saat itu keadaan pondok belum semegah seperti pondok lainnya. Hanya ada satu gedung asrama,dapur yang terbuat dari papan,3 kelas yang terbuat dari papan,5 rumah Asatidz dan Ustadzat,gedung wisma yang belum sempurna serta hutan yang mengelilingi pondok tersebut. Tetapi, keadaan itu bukan hal yang membuat Rila dan teman-temannya untuk mengeluh.
Rila memiliki tenang yang sangat karib dengannya,yang bernama Rubi. Mereka tidak pernah jauh dari satu sama lain. Rila dan Rybi di kenal dengan julukan santriwati yang nakal. Tidak sesuai dengan awal niat Rila bersekolah di pesantren yang ingin menimba ilmu. Tetapi itu lah masa pertumbuhan pasti akan ada goyahnya dalam setiap proses yang di jalaninya.
Rila dan Rybi juga memiliki IQ yang berbeda. Rybi mempunyai banyak bakat dan terbilang juga santriwati yang pintar. Berbeda dengan Rila yang tidak punya bakat bahkan terbilang pintar saja sangat sulit. Tetapi kenakalan Rybi tidak menjadi penghalang untuk menjadi juara kelas dan juara umum.
Di bangku kelas 2 SMP Rila dan Rybi di hukum oleh ustadzahnya. Apa yang dilakukan oleh mereka? Ya tentu saja mereka melakukan kesalahan sehingga ustadzahnya marah. Saat itu di pondok mereka ada kegiatan muhadarah ( pidato ),karena Rila tidak ingin berfikir panjang Rila melihat hasil yang di buat Rybi. Akhirnya mereka pun mengumpulkan teks pidatonya.
Siang berganti malam,hari berganti hari tibalah waktu pembagian buku pidato santriwati. Saat itu rila,Rybi dan teman-teman lainnya sedang belajar malam,datanglah ustadzah yang bertanggung jawab atas kelompok Rila dan Rybi. Kemarahan yang diiringi oleh ustadzahnya,tetapi Rila dan Rybi masih dengan wajah yang polosnya itu. Dilemparnya buku mereka dari kamar 3 Khodijah sampai kamar 6 Khodijah,Rila dan Rybi masih belum sadar juga.
Rilaaaaaaaa..Rybiiiiiiiiiiiiii.. teriak ustadzahnya, “berdiri kalian berdua” bentak ustadzahnya,teman teman mereka pun ikut terkejut. Di hampiri dan di tanyakan,akibat dan sebab apa mereka bisa memiliki teks pidato yang sama. Pada akhirnya mereka dinasehati dan di pinta oleh ustadzahnya saling menjauhi,menjauh bukan arti bertengkar.
Berat,sedih dan kecewa itulah yang Rila alami. Bukan hal yang mudah untuk menjauhi sahabatnya itu,karena sudah satu tahun mereka bersahabat. Hanya karena satu kesalahan yang membuat mereka tidak bisa berteman layaknya seperti dulu. Dua hari setelah kejadian itu rila mencoba mendekati Sanja,Hasy dan Ulan karena mereka bertiga digelar santriwati yang sangat sopan,baik dan taat peraturan.
Awalnya Rila malu berteman dengan mereka,tetapi karena perubahan yang ia inginkan Rila pun berusaha agar bisa berteman baik dengan mereka. Lama kelamaan rasa canggung mulai hilang, mereka sudah layaknya di bilang sahabat. Sanja, Hasy dan Ulan berusaha mengubah kepribadian rila,yang awalnya nakal dan ingin menjadi lebih baik lagi. Mereka sadar mengubah kepribadian rila bukan lah hal yang mudah, hanya karena keikhlasan yang mereka tanamkan untuk membantu sesama.
1 tahun berlalu persahabatan yang mereka jalani, perubahan dari diri rila pun mulai menonjol dan perubahan itu pun sudah di rasakan oleh Ustadzat Rila. Tata Krama,tata berbicara sudah di ubah oleh rila menjadi lebih sopan lagi. Rila sadar keajaiban itu bisa datang dari siapa saja,hanya waktu yang bisa menentukan dan mengubah segalanya.
Proses yang di jalani masing-masing manusia itu berbeda,ada kalanya mereka jatuh dan bangkit,karena roda itu pasti berputar tidak pernah menetap di tempat. Waktu dan usaha yang bisa mengatur segalanya.
Penulis: Ema Purnama Sari