Harga Karet Terjepit, Petani Karet Menjerit, Kami Butuh Solusi Kongkrit

by -

 

Ramsyah Al Akhab

Mahasiswa UBB

Sudah cukup lama petani karet Bangka Belitung Menjerit. Tiap-tiap hari selalu dihadapkan dengan harga karet yang pahit. Sudah biasa menahan perut dengan rasa sakit. Petani kita butuh solusi kongkrit. Bukan orasi tanpa implementasi.

Tulisan ini mencoba memaparkan kondisi lapangan para petani karet Bangka Belitung sekarang. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga karet dan mencoba menarik benang merah untuk menemukan solusi dari polemik ini.

Sampai saat ini harga karet di Bangka Belitung selalu berkisar dari angka 5.000 rupiah ke bawah per kilo. Hal ini tentu tidak sepadan dengan usaha dan harga kebutuhan bahan pokok sekarang. Bisa dikatakan petani karet hanya sekadar bisa untuk melangsungkan hidup besok, bahkan bisa jadi kurang untuk kehidupan besok. Harga ini, Bila kita bandingkan dengan harga karet di luar Bangka tentu berbeda. Sumatera Selatan memiliki harga karet yang berkisar rata-rata 9.000 rupiah per kilo. Lalu pertanyaan besarnya, apa penyabab perbedaan harga ini?

Jawaban umum yang akan diterima adalah adanya perbedaan kualitas karet. Sangat umum sekali petani karet Bangka Belitung masih menggunakan tawas sebagai pengeras karet. Sehingga kualitas karet menjadi jelek karena banyak mengandung air. Hal ini tentu berbeda saat menggunakan asap cair yang umum di Sumatera Selatan sehingga kandungan airnya sedikit dan menghasilkan kualitas karet yang baik.

Sampai saat ini hanya ada sekitar 5% masyarakat Bangka Belitung yang menggunakan asap cair. Sayangnya sampai sekarang harga di lapangan Bangka Belitung tidak memberikan perbedaan harga antara karet yang menggunakan tawas dan asap cair. Harga dipukul rata. Tentu ini membuat masyarakat berpikir rugi bila menggunakan asap cair yang harganya lebih tinggi dari tawas.

Baca juga:  Apa Jadinya Organisasi Dengan Prinsip “Dak Kawa Nyusah”

Bangka Belitung sekarang memiliki dua unit UPPB (Unit Pengolahan dan Pemasaran Bokar) yang terdapat di Bangka dan Belitung. Tapi sayangnya dua unit ini belum mendapat perhatian intensif dari pemerintah. Sehingga adanya UPPB di Bangka Belitung tidak memberikan efek baik yang signifikan bagi para petani karet Bangka Belitung.

Kemudian, masih panjang tangan untuk alur penjualan dari tengkulak ke perusahaan pengolahan turut pula mempengaruhi harga jual karet dari tangan petani. Semakin panjang tangan dalam proses ini maka makin murah pula nilai jual karet dari tangan petani karet.

Untuk mengatasi hal ini, upaya yang dilakukan oleh pemerintah Bangka Belitung adalah dengan membuat peraturan daerah Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Nomor 1 Tahun 2017 tentang “Penyangga Harga Karet.”

Tapi sayangnya sampai saat ini segala pasal yang ditujukan untuk kemaslahatan para petani karet Bangka Belitung hanya sekadar tulisan di atas kertas. Segala bentuk keluhan yang disampaikan hanya dijawab sekilas orasi tanpa implementasi. Dari segala fakta yang telah dipaparkan di atas, sudah seharusnya membuka pandangan kita terkait kesungguhan pemerintah untuk memperbaiki ekonomi petani karet Bangka Belitung. Baik benang merah yang didapatkan adalah baik atau buruk, penulis mengembalikannya kepada para pembaca yang budiman.

Pada bagian ini penulis mencoba memberikan beberapa poin yang dapat dijadikan pertimbangan usaha perbaikan ke depan demi kemaslahatan petani karet Bangka Belitung.

Untuk penyelesaian polemik ini tentu perlu usaha yang konsisten dari pemerintah Bangka Belitung. Usaha ini juga tidak boleh hanya dijadikan beban pemerintah daerah Bangka Belitung tetapi harus pula menjalin kerja sama sampai pemerintahan terkecil yaitu desa. Karena untuk polemik ini, seluruh lapisan harus mempunyai tujuan yang sama dan setiap lini sampai masyarakat tahu akan tugas dan fungsinya.

Baca juga:  Peran Kartini Sebagai Emansipasi Perempuan Masa Kini

Penulis ingin memanfaatkan peran lebih esesial pemerintahan tingkat desa untuk implementasi pada tingkat para petani karet yang berkolaborasi dengan pemerintah daerah Bangka Belitung untuk kebijakan yang saling bersinambungan.

Masalah pertama adalah kurangnya edukasi terkait karet kualitas baik yang menggunakan asap cair atau sejenisnya. Sosialisasi ini baik sekali bila diimplementasikan oleh desa dari anggaran dana desa. Pemerintah cukup menjadi pengawas dalam program sosialisasi yang dilakukan oleh desa. Pasti pembaca bertanya-tanya, kenapa harus desa? Karena lini desa adalah bagian yang paling dasar dan sudah sepatutnya paham betul kebutuhan lapangan para petani karet. Kemudian, acapkali kita melihat penggunaan dana desa yang tidak terlalu urgensi. Bukankah akankah lebih baik ada penganggaran untuk edukasi dan peningkatan kualitas masyarakat.

Hal selanjutnya yang sangat krusial adalah perbedaan harga antara karet yang menggunakan tawas dan asap cair atau sejenisnya. Karet yang menggunakan asap cair atau sejenisnya tentu menghasilkan kadar karet yang tinggi, sudah seharusnya dihargai lebih tinggi. Untuk hal ini pemerintah memegang peran penting untuk membuat kebijakan harga pembelian di lapangan yang membedakan harga tiap-tiap kualitas karet. Kalau semua di pukul rata, tentu tidak ada keadilan di lapangan ekonomi petani karet Bangka Belitung. Oleh karenanya pemerintah harus cakap dalam membuat kebijakan yang dapat memberikan ruang keadilan untuk harga karet.

Untuk mengatasi panjangnya regulasi penjualan karet dari tangan petani karet dapat diatasi dengan memanfaatkan peran BUMD (Badan Usaha Milik Desa). Penulis ingin mengajak pembaca yang budiman untuk lebih memikirkan peran BUMD yang lebih utuh manfaatnya kepada masyarakat. Bila karet kualitas baik ini dikumpulkan di BUMD dan dijual langsung ke perusahaan tentu dapat memotong alur penjualan dan memainkan harga beli yang merakyat dari petani karet Bangka Belitung. BUMD juga dapat menjadi penyetok untuk ketersediaan asap cair atau sejenisnya. Jangan sampai petani karet kesulitan menemukan asap cair atau sejenisnya. Bila dibandingkan kreativitas BUMD di Bangka Belitung yang umumnya hanya berupa toko kelontong, lebih kongkrit perannya sebagaimana ide di atas. Karena BUMD yang diolah menjadi toko kelontong hanya akan menjadi pesaing untuk toko kelontong masyarakat di sekitarnya dan mematikan peran BUMD yang seharusnya membangun kreativitas ekonomi.

Baca juga:  Berproseslah dan Capai Cita-cita di Waktu Muda Bersama Jurusan Jurnalistik Islam IAIN SAS BABEL

Hal terakhir, untuk menyamakan gagasan dan tujuan dari lini pemerintah daerah sampai ke masyarakat maka diperlukan alat yang dapat menjadi proganda. Sederhananya kita memerlukan spanduk, reklame, poster atau sejenisnya yang dapat mengiklankan ide tersebut lalu di sebarkan ke seluruh pelosok Bangka Belitung. Tujuannya agar masyarakat Bangka Belitung tertanam betul ide ini, menghasilkan karet kualitas baik, memotong jalur penjualan, keadilan harga karet, dan pemanfaatan peran Desa. Jangan sampai propaganda yang esensinya adalah untuk kemaslahatan petani karet tidak ada tetapi saat pencalonan malah marak di mana-mana.

Sebagai penutup, penulis kembali menegaskan bahwa untuk memastikan semua hal ini dapat berjalan dengan baik tentu perlu kerja sama yang kongkrit dan intensif dari pemerintah daerah, pemerintah desa, masyarakat dan UPPB. Masyarakat tahu akan pentingnya kualitas karet, pemerintah desa paham akan edukasi, pemerintah daerah kongkrit dengan kebijakan dan pengawasan, serta UPPB sejalan dengan kemaslahatan petani karet Bangka Belitung.