Peran Kartini Sebagai Emansipasi Perempuan Masa Kini

by -

Perempuan secara etimologis berasal dari bahasa sansekerta pu yang berarti hormat, kehormatan. Zoetmulder mengatakan dalam ( Pudjiastuti, 2009: 5) kata ‘perempuan’ berasal dari kata empu dalam bahasa Jawa kuno tuan, mulia, hormat. Suyitno menjabarkan bahwa kata empu yang diadopsi ke dalam Bahasa Indonesia mengalami afiksasi dengan penambahan imbuhan yaitu ‘per’ dan ‘an’ yang kemudian membentuk kata perempuan ( Suyitno, 2015).
Sejarah mencatat, tepat pada tanggal 21 April, Indonesia melahirkan seorang Tokoh wanita yang salah satu pemikirannya sangat terkenal mengenai emansipasi wanita. Dia adalah Raden Ajeng Kartini Djojo Adhiningrat yang kita kenal dengan RA Kartini. Beliau lahir pada tanggal 21 April 1879 dan wafat pada tanggal 17 September 1904. Berbicara mengenai gerakan perempuan akan ada kaitannya dengan feminisme. Feminisme dapat diartikan sebagai sebuah ideologi pembebasan terhadap kaum perempuan karena adanya perlakuan yang tidak adil terhadap mereka dengan alasan jenis kelamin yang dimilikinya. Meskipun masa hidup beliau tidak panjang. Namun, namanya dikenal sangat harum sampai sekarang. Berkat adanya pemikiran beliau terkait emansipasi wanita yang sampai saat ini berpengaruh terhadap paradigma kewanitaan.
Pemikiran RA Kartini pada saat itu memberikan perhatian khusus terhadap permasalahan emansipasi wanita. Dimana, terlihatnya perbandingan antara wanita eropa dan wanita pribumi. Hingga pada akhirnya ia mulai berpikir untuk berusaha memajukan wanita pribumi yang masih ketinggalan jauh atas status sosialnya yang dikenal cukup rendah. Menurutnya, seorang wanita perlu memperoleh persamaan, kebebasan, otonomi serta kesetaraan hukum yang pada akhirnya pemikiran beliau tertuang dalam gagasan tulisan yang berisi tentang makna ketuhanan, kebijaksanaan, dan keindahan, serta peri kemanusiaan dan juga nasionalisme. Inilah yang menjadi keistimewaan beliau dimana wanita pribumi dapat menuntut ilmu dengan bebas dan belajar seperti sekarang. Mengenai emansipasi wanita atau persamaan hak wanita pribumi, dianggap hal baru dimana dapat merubah pandangan masyarakat kala itu.
Ketika kita berbicara peran, perempuan tak hanya berada pada wilayah domestik. Namun, sudah banyak perempuan yang bekerja di ranah publik seperti menjadi politikus, akademisi, praktisi, maupun sebagai pejabat negeri, dan sebagainya. Peran dan kodrat tentu berbeda, sebab kedua hal ini sering disalahartikan. Sebagai contoh, perempuan hanya disudutkan dengan peran domestiknya saja, padahal laki-laki juga bisa berperan dalam wilayah domestik. Berbeda hal dengan kodrat yang telah Tuhan takdirkan seorang perempuan untuk melahirkan dan menyusui. Sedangkan seorang laki-laki tentu tidak bisa melakukan itu.
Melalui surat-surat yang dikirimkan Kartini kepada sahabatnya Stella. Tuturnya, ada bisikan yang menginginkan dirinya melakukan perubahan terhadap negerinya. Kebebasan dan kemerdekaan. Kartini hanya ingin bangsanya tidak lagi tertinggal dengan bangsa lain di dunia. Ungkapan ini menjadi salah satu wujud bahwa pemikiran Kartini sangat terbuka dan berpikir peluang untuk memperjuangkan semua itu. Kartini mengawali itu semua melalui pendidikan baik itu untuk kaum perempuan maupun laki-laki.
Di era modernisasi ini, tentu bukanlah hal yang setimpal jika perempuan-perempuan di Indonesia tidak mengekspresikan dan mengembangkan dirinya. Karena perjuangan Kartini begitu besar terhadap emansipasi perempuan. Perempuan masa kini seyogianya menjadikan dirinya dapat produktif berkarir dan berekspresi. Karena pemimpin yang hebat berasal dari perempuan yang hebat pula.
“Kita dapat menjadi manusia sepenuhnya, tanpa harus berhenti menjadi wanita sepenuhnya”

Baca juga:  Takbir dalam Duka

Penulis:Suci Deta Oktavia dan Siti  Fatimah/ Kemenper Dema I