Beberapa tahun terakhir sampai hari ini dunia pendidikan sedang diuji oleh gelombang kehadiran pandemi Covid-19. Sebuah kondisi yang sama sekali belum pernah kita rasakan sebelumya. Pada keadaan ini pendidikan menjadi salah satu sektor yang berdampak akibat pandemi, kondisi yang dialami sekolah/perguruan tinggi di masa pandemi Covid-19 sangat memprihatinkan sehingga banyaknya kaum terpelajar secara tidak langsung terkena dampak psikologis. Hal ini mengingatkan kita kembali terhadap gagasan Ivan Illich seorang pemikir pendidikan di Amerika.
Semangat membebaskan masyarakat dari kecendrungan menganggap sekolah/perguruan tinggi sebagai satu-satunya lembaga pendidikan merupakan gagasan Ivan Illich dalam memandang fungsi sekolah/perguruan tinggi tidak lagi sejalan dengan tujuan pendidikan untuk memanusiakan manusia.
Sejalan dengan gagasan yang disampaikan Ivan Illich yang terjadi pada dunia penddikan saat ini merupakan bukti nyata sehingga menimbulkan kesenjangan terhadap si kaya dan si miskin.
Belum lagi berbagai kebijakan pemerintah yang mengeluarkan peraturan tentang zona boleh tidaknya sekolah/perguruan tinggi dibuka atau tidak dengan aturan protokol kesehatan yang ketat. Dalam hal ini, keadaan pendidik dan peserta didik mengalami kesulitan dalam berkomunikasi, karena keterbatasan model pembelajaran yang tidak lagi dilaksanakan di dalam ruangan.
Seperti yang kita ketahui bersama fungsi dari dunia pendidikan untuk menciptakan tujuan dari pada pendidikan yang memanusiakan manusia, tidak untuk membatasi waktu, tempat, bentuk, dan aturan bagi peserta didik dalam belajar. Masalah-masalah lain yang terdampak dan sangat erat kaitannya dengan dunia pendidikan adalah sektor ekonomi, saat ini banyak keluarga yang dipusingkan dengan masalah pendidikan dikarenakan biaya sekolah. Di tengah kondisi seperti ini menyebabkan terbatasnya dunia pendidikan secara offline, ditambah lagi sektor perekonomian masyarakat semakin menurun sehingga menyebabkan beberapa peserta didik mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran biaya sekolah.
Berdasarkan situasi dan kondisi yang terjadi besar harapan keluarga terhadap anaknya dengan mengeluarkan biaya yang sedemikian rupa untuk mendidik anaknya tidak berbanding lurus dengan apa yang didapatkan, apapun kondisi dinamika terhadap pendidikan dan pendidikanpun tak boleh berhenti berdetak. Pendidikan harus tetap berjalan apapun masalahnya, bangsa ini tidak boleh kehilangan masa depan. Dan jawaban atas masa depan itu salah satunya melalui pendidikan.
Menanggapi yang terjadi pada hari ini pihak pemerintah pusat melalui peran eksekutif dikatakan gagap dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Di dalam Undang-Undang Dasar 1945, BAB XIII, Pasal 31 ayat 1 yang menyatakan, bahwa tiap-tiap warga negara berhak mendapatkan pengajaran. Faktor yang menjadi landasan bahwa tradisi yang dirawat didunia pendidikan hari ini cenderung menempatkan guru pada posisi sentral, sehingga menimbulkan ketergantungan yang dialami peserta didik terhadap pendidik, ketika hubungan itu terputus maka masalah besar akan terjadi, peserta didik tak siap dan tak terlatih untuk mandiri. Kemacetan pendidikan pun terjadi, peserta didik kehilangan kemandirian dan inisiatif belajar.
Dan dalam momentum hari kemerdekaan indonesia yang ke 76 bahwa amanat dalam undang undang haruslah dijalankan, merefleksi juga apa yang diperjuangkan oleh bapak pendidikan bangsa Ki Hajar Dewantara dalam perannya memperjuangkan pendidikan semata mata hanya kepenting hidup bagi bangsa Indonesia, hal ini yang seharusnya patut dicontoh oleh pemangku kebijakan dalam menjalankan peran dan fungsinya.
Permasalahan ini seharusnya dan sewajibnya segera diselesaikan jangan sampai hal ini menjadi pemantik awal bagi masyarakat, mahasiswa dan berbagai elemen lainnya untuk mengambil peran dalam hal ini, sehingga dari berbagai kalangan yang memunculkan pemikiran akan terjadinya gerakan yang melibatkan seluruh masyarakat untuk bergerak menanggapi hal yang terjadi. Sering sekali tren yang ditampakkan oleh pemerintah kerap menemukan gaya berlagak pintar yang dengan mudah menghakimi atas secerca keluputan, lalu mengkapitalisir dalam framing diri pribadi demi menjulang nama baik, yang sangat kontradiksi dalam kesehariannya.
Penulis : Okta Renaldi