PERNYATAAN SIKAP KELUARGA BESAR MAHASISWA IAIN SASBABEL “STATE OF EMERGENCY”

by -

Beberapa problematika yang terjadi saat ini baik perihal kebutuhan primer masyarakat yang meliputi sandang, pangan dan papan serta beberapa hal lain termasuk ke dalam isu-isu strategis yang diinventarisir melalui perpanjangan masa jabatan 3 periode maupun perpindahan Ibu kota Nusantara (IKN). Kebutuhan primer masyarakat dalam memenuhi daya transportasi dariaspek kebutuhan sosial adalah bahan bakar minyak. Melalui perushaan yang bergerak di bidang perminyakkan telah dikabarkan bahwa PT. Pertamina resmi menaikkan harga bahan bakar minyak non subsidi jenis bensin pertamax (RON 92) dari Rp. 9.000/liter menjadi Rp.12.500/liter. Adapun kenaikan ini dikarenakan harga minyak mentah dunia di pasarn Iternasional yang mengalami kenaikkan secara drastis. Tentu hal ini menyebabkan masyrakat mengalami ketergantungan jenis bahan bakar pertamax dikarenakan jenis bahan bakar lain mengalami kelangkaan. Disisi lain hal ini beriringan dengan adanya kebijakkan PPN (Pajak Pertambahan Nilai) yang berdampak terhadap kebutuhan primer lain termasuk sembako sehingga menimbulkan kegaduhan di masyrakat secara massif. Kebijakan mandatory B30 yang dikeluarkan oleh presiden juga memilki korelasi dengan terjadinya kelanggkaan tersebut karena hal ini memicu terjadinya permonopolian terhadap pasar internasional. Dikutip dari laman resmi pertamina, B30 adalah.campuran 30% fatty acid methyl ester (FAME) dan 70% campurannya adalah solar, produk FAME ini berasal dari Crude Palm Oil (CPO).

Selain kebutuhan primer kebijakan mengenai pajak pertambahan nilai (PPN) yang mengalami kenaikan juga memicu adanya kegaduhan di kalangan masyarakat. Secara konstitusional UU HPP ini merubah pasal 7 ayat 2 UU No.42 tahun 2009 terkait tarif pajak yang awalnya sebesar 10% menjadi 11% di April 2022 dan secara bertahap akan meningkat lagi sebesar 12% di Januari 2025. Tidak hanya itu tarif PPN untuk ekspor barang kena pajak berwujud, ekspor barang kena pajak tidak berwujud, dan ekspor jasa kena pajak diubah menjadi 0% terakhir kebijakan tersebut mengalami ketimpangan terhadap perusahaan besar yang tidak atau minim mengalami kenaikkan yang serupa. Kenaikan kebijakan ini tidak selaras dengan kondisi dilapangan dikarenakan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang mengalami masa pemulihan pasca pandemi covid 19.

Baca juga:  Demi Menciptakan Pemimpin Generasi Emas, Formasi KIP-K Adakan Musyawarah Besar ke-V

Selain itu polemik yang terjadi kali ini mengenai defisit yang melebar sehingga hutang negara melonjak. Dalam sistem anggaran defisit seperti yang dianut Indonesia saat ini, utang merupakan sumber pembiayaan yang tidak dapat dihindari, hal ini dikarenakan faktor sumber-sumber penerimaan negara yang tidak mampu dalam menutupi pengeluarannya. Saat ini Kementerian Keuangan mencatat posisi utang Indonesia telah menembus pada angka Rp7.014 triliun per Februari 2022, yang dimana dengan jumlah tersebut mengakibatkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) naik menjadi 40,17 persen. Meningkatnya utang pemerintah dari sisi ekonomi tentu akan dapat berdampak negative untuk pemerintahan Indonesia. Dampak negatif termaksud adalah meningkatnya pembayaran cicilan utang pokok dan kenaikan pembayaran bunga utang yang kedepannya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi Indonesia. Serta kenaikan utang negara dari bergantinya masa kepresidenan menjadi sebuah fenomena yang kerap terjadi di Indonesia lantaran seorang presiden akan mewariskan utang yang belum ia selesaikan ke presiden selanjutnya setelah seusai masa jabatan.

Belum lagi ditambah dengan munculya isu wacana terhadap penundaan pemilu (PEMILU) 2024 mendatang yang mana kali ini wacana penundaan pemilu dilontarkan beberapa ketua umum partai politik dengan dalih perbaikan ekonomi. Penundaan pemilu bukan hal baru namun alasan penundaan ini harus sesuai terhadap alasan dengan konstitusional yang jelas. Jika ditinjau dari Undang-undang sebagai hierarki landasan hukum tertinggi Indonesia terdapat bebeapa kekeliruan yang menjanggal. Dalam Undang-undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat (3) menegaskan bahwa “Negara Indonesia adalah negara hukum, mengandung pengertian bahwa segala tatanan kehidupan berbangsa, bermasyarakat dan bernegara adalah didasarkan atas ketentuan hukum yang berlaku.” Sehingga tidak ada alasan bagi siapapun untuk melakukan pelanggaran hukum, apa lagi kemungkinan akan adanya indikasi terhadap kejahatan para elit politik yang mendukung usulan wacana penundaan pemilu 2024, karena dapat diartikan para elit politik sedang menerapkan praktik negara berdasarkan kekuasaan dibandingkan dengan negara yang berdasarkan hukum, Kemudian dalam amanat lainnya Undang-undang Dasar 1945 mengatur dalam Pasal 22E ayat 1 tentang ”Pemilihan umum dilaksanakan secara langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil setiap lima tahun sekali.” Telah jelas diatur secara tegas bahwa pemilu diadakan setiap lima tahun sekali tidak dapat ditunda dengan alasan apapun dan bagaimanapun serta tidak bisa diganggu gugat, dan tegas pula melalui undang-undang dasar 1945 Pasal 7 yang menyatakan bahwa “Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali. Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatan selama lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama, hanya untuk satu kali masa jabatan.” Maka dalam pasal ini sudah jelas diterangkan bahwa Presiden bersama Wakil Presiden hanya boleh menjabat selama lima tahun setiap periode dan sesudahnya dipilih kembali. Tidak ada alasan yang signifikan untuk mengesahkan gagasan penundaan sebagai keputusan politik. Apabila dipaksakan, ini justru menghancurkan demokrasi dan ekonomi nasional. Pemilihan umum bagi negara demokrasi seperti negara Indonesia sangat penting artinya karena menyalurkan kehendak asasi politik bangsa, yaitu sebagai pendukung/pengubah personil–personil dalam lembaga negara, mendapatkan dukungan mayoritas rakyat dalam menentukan pemegang kekuasaan negara terutama pemegang kekuasaan eksekutif serta rakyat secara periodik dapat mengoreksi atau mengawasi lembaga eksekutif khususnya dan lembaga negara lain pada umumnya.

Baca juga:  Apa Jadinya Organisasi Dengan Prinsip “Dak Kawa Nyusah”

Polemik terakhir yang menjadi asal muasal serta memiliki korelasi yang erat terhadap beberapa poin diatas yakni mengenai gagasan yang tidak memikirkan aspek-aspek lain yang hanya mengedepankan kepentingan kelompok, lain dan tidak bukan hal ini adalah perpindahan Ibukota Nusantara (IKN). Pada awalnya rencana pembangunan ibukota pada awal tahun 2020 namun ditunda dikarenakan pandemi Covid 19. Secara tidak langsung hal ini membuat kelonjakan hutang Negara menjadi 41,5% dan perpindahan ibukota sama sekali tidak memandang aspek geologis bahwa seperti yang kita ketahui bersama Kalimantan dikenal sebagai paru-paru dunia. Jika yang menjadi alasan perpindahan ibukota sebelumnya dikarenakan tidak layak maka kedepannya akan timbul ibukota yang tidak layak lebih dari itu hal ini juga memiliki pertentangan dengan masyarakat adat di wilayah tersebut. Mengenai isu terkait perpanjangan presiden memiliki keterkaitan yang erat terhadap perpindahan ibukota Negara (IKN), karena hal tersebut bisa dijadikan alasan yang logis untuk mengupayakn penyelesaian terhadap perpindahan ibukota.

Baca juga:  UKK KSR-PMI Unit IAIN SAS BABEL Sukseskan Diklatsar Lapangan Angkatan XV 2024

Menangaapi fenomena yang sedang terjadi serta merujuk pada hasil kajian, maka secara tegas Keluarga Besar Mahasiswa IAIN SAS BABEL menyatakan sikap sebagai berikut :

1. Mendesak pemerintah untuk memastikan ketersediaan serta kestabilan penurunan harga terhadap bahan pokok dan bahan bakar minyak BBM sebagai kebutuhan primer masyarakat dalam kehidupan sehari-hari

2. Mengecam korporasi migas dan kelapa sawit dalam melakukan upaya-upaya monopoli perdagangan terkhusus Bahan Bakar Minyak (BBM) dan kelapa sawit

3. Menolak kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN), karena hal tersebut dinilai menghambat pertumbuhan ekonomi masyrakat pasca transisi pandemic covid 19.

4.Mendesak Presiden untuk bersikap dengan tegas dalam menanggapi wacana penundaan pemilu, dikarenkan hal tersebut mengkhianati konstitusi negara dan amanat reformasi.

5. Meminta pemerintah untuk mengkaji dan melakukan peninjauan ulang kembali terhadap UU Ibukota Negara(IKN)

Pernyataan sikap ini disampaikan agar kiranya dapat dindahkan guna tidak terjadi aksi berskala besar yang melibatkan seluruh elemen sebagai bentuk perlawanan terhadap keprihatinan masyarakat yang mengalami kesusahan akan kelangkaan dan kenaikan kebutuhan primer, tingginya pajak pertambahan nilai serta lelucon pemerintah terkait perpanjangan masa jabatan dan perpindahan ibukota. Harapannya agar tuntutan ini dapat ditindaklanjuti oleh pihak terkait.

#HidupMahasiswa #HidupRakyatIndonesia #IbuPertiwidikebiriOligarki

 

 

Bangka, 11 April 2022

Perwakilan KBM IAIN SAS Babel

 

Ketua DEMA-I. Okta Renaldi