Perempuan: Makhluk Yang Istimewa

by -

Berabad-abad sebelum Islam datang, perempuan adalah makhluk yang sering di anggap lemah dan mempunyai kedudukan di bawah laki-laki. Apalagi pada zaman Jahiliyah, kelahiran seorang anak perempuan dianggap sebagai aib keluarga. Sehingga ayah mereka tidak segan-segan membunuh anak perempuan mereka sendiri, kalaupun dibiarkan hidup sama saja tak ada artinya bagi mereka yang terlahir sebagai perempuan. Sebab, anak perempuan tidak mempunyai hak untuk memilih apa pun, entah itu hidup ataupun mati, mereka juga tidak bisa mendapatkan harta warisan dan hidup hanya bergantung kepada ayah ataupun suami mereka yang terkadang mempunyai istri lebih dari satu.

Tidak jauh berbeda pada zaman Yunani Kuno, hak-hak perempuan juga terbatas, mereka selalu dianggap makhluk yang tidak berguna, tugas mereka hanya melayani laki-laki dan pekerjaan rumah lainnya. Sampai-sampai filsuf terkenal seperti Aristoteles ikut merendahkan derajat perempuan dengan mengatakan bahwa perempuan adalah “pria yang belum lengkap”, ia menganggap bahwa kaum perempuan sederajat dengan hamba sahaya. Dan filsuf Demosthenes juga berpendapat mengenai seorang istri yang hanya berfungsi melahirkan anak saja.

Dan tentu saja perlakuan dan pemikiran masyarakat Jahiliyah maupun masyarakat Yunani Kuno tersebut sangat salah dan tidak bisa dibenarkan sama sekali. Sampai akhirnya Allah Swt. turunkan agama Islam ke muka bumi sebagai agama yang Rahmatan lil ‘Alamin, yang membawa ketenangan, kedamaian, keamanan, dan perlindungan kepada umat manusia, terutama dalam membela hak-hak perempuan dan melindunginya. Islam tidak pernah membedakan derajat seorang perempuan ataupun lelaki, mereka mempunyai kedudukan yang sama dan hak yang sama istimewanya. Seperti bunyi salah satu ayat dalam Al-Qur’an yang artinya:
“Maka Tuhan mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman), “Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki maupun perempuan, (karena) sebagian kamu adalah (keturunan) dari sebagian yang lain….”” (QS. Ali ‘Imran 3: Ayat 195)
Islam memberikan hak-hak perempuan yang sebelumnya hampir tidak pernah dirasakan oleh perempuan pada tahun-tahun sebelum kedatangan Islam, sepert hak beribadah yang mana baik perempuan maupun lelaki tidak memiliki perbedaan, mereka melakukan ibadah yang sama dengan tata cara yang sama pula dan mendapatkan balasan yang seadil-adilnya atas ibadah yang telah mereka lakukan.

Baca juga:  Rilis Sema dan Dema dari Berita Sebelumnya

Selanjutnya yaitu hak untuk belajar dan bekerja di luar rumah, dahulu sebelum Islam datang perempuan tidak diperbolehkan untuk keluar rumah jika tidak ada urusan yang penting, apalagi sampai belajar ataupun bekerja, karena pada masa itu belajar dan bekerja bagi seorang perempuan masih dianggap tabu oleh masyarakat. Namun setelah Islam datang, Rasulullah Saw. menjelaskan bahwa menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap umat Islam. Sedangkan bekerja bagi seorang perempuan bisa di lihat dari salah satu istri Rasulullah Saw. sendiri yang merupakan seorang pembisnis sukses yang hartanya telah banyak membantu Rasulullah Saw. dalam berdakwah pada saat itu. Beliau adalah Khadijah, meskipun seorang pembisnis yang sukses, Khadijah tidak pernah melupakan kewajibannya sebagai seorang ibu dan istri.

Baca juga:  Persoalan Ekologis : Tingginya Eksploitasi Sumber Daya Tidak Terbarukan Bentuk Ketidakselarasan Visi Hari Lingkungan Hidup Sedunia

Setelah itu, perempuan mempunyai hak untuk memilih suaminya sendiri. Di dalam Islam tidak ada istilah kawin paksa ataupun pernikahan yang dilakukan tanpa persetujuan oleh salah satu pihak yang akan menikah, sebab yang akan dirugikan pastilah perempuan itu sendiri. Namun dalam Islam, perempuan berhak memilih calon suami seperti apa yang dia inginkan. Seperti kisah ketika Ali bin Abi Talib datang menemui Rasulullah Saw. untuk meminang Fatimah, lalu Rasulullah Saw. Mengatakan bahwa sudah banyak orang yang meminang Fatimah, namun ia tidak berkenan, maka oleh karena itu Rasulullah Saw. ingin berbicara kepada Fatimah terlebih dahulu mengenai lamaran dari Ali bin Abi Thalib. Ketika Fatimah memberikan persetujuannya, barulah Rasulullah Saw. menerima pinangan tersebut. Jelas sekali bahwa di sini Rasulullah Saw. mencontohkan sikap seperti apa yang harus diambil oleh seorang ayah jika ada lelaki yang ingin menikahi putrinya.
Dan itulah beberapa hak-hak perempuan yang telah dijaga oleh Islam dari dulu sampai sekarang, semuanya sudah dijelaskan di dalam Al-Qur’an maupun hadits Nabi Saw. Tapi, setelah beratus-ratus tahun berlalu, masih ada saja orang-orang yang mendzalimi hak-hak perempuan tersebut, mereka masih enggan untuk menghargai perempuan. Sampai-sampai banyak perempuan di setiap negara membentuk gerakan sosial yang mereka jadikan sebagai tempat menyuarakan pendapat dan membela kesetaraan gender.
Walaupun di zaman modern seperti sekarang, sudah banyak pihak yang berupaya untuk meningkatkan kualitas hidup perempuan bagi dari segi pendidikan, lapangan pekerjaan, maupun menghilangkan kekerasan terhadap perempuan. Tapi mirisnya, hal itu tidak tidak menjamin seutuhnya kebebasan terhadap perempuan dalam menjalani kehidupan berkeluarga, pendidikan, ataupun pekerjaan mereka.

Baca juga:  Demi Menciptakan Pemimpin Generasi Emas, Formasi KIP-K Adakan Musyawarah Besar ke-V

Bukan lagi hal asing mengenai pernyataan bahwa perempuan merupakan tiang suatu negara, maju atau tidaknya suatu negara bisa dilihat dari kualitas perempuannya. Sehingga hal itu seharusnya bisa menjadikan perempuan mendapatkan hak-haknya secara adil. Oleh karena itu, pentingnya edukasi terhadap masyarakat agar lebih peduli dengan hak-hak perempuan dan menyingkirkan stereotip yang sering merugikan perempuan.

Oleh: Nadila Alfianti