Peran Guru Dalam Membangun Karakter Bangsa Melalui Penguatan Pendidikan Karakter Dalam Pembelajaran

by -

Pendahuluan

Kemajuan dan kemunduran peradaban suatu bangsa tidak hanya ditentukan oleh kekayaan sumber daya alam tetapi juga kualitas sumber daya manusia dan integritas masyarakatnya. Indonesia sebagai bangsa yang besar dengan keragaman suku, budaya, agama dan ras, memiliki karakter yang kuat dan kompetensi yang tinggi dalam mewujudkan kekokohan identitas nasional. Indonesia juga terus berupaya mewujudkan pembangunan nasional sebagaimana dalam  Undang-Undang Republik Indonesia  Tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP) tahun 2005-2025 antara lain adalah mewujudkan masyarakat yang berakhlak mulia, bermoral, beretika, berbudaya, dan beradab berdasarkan falsafah Pancasila dengan tujuan untuk membentuk dan membangun masyarakat Indonesia dan memperkuat karakter bangsa. Untuk mewujudkan hal tersebut, perlu adanya pendidikan sebagai upaya untuk mewujudkan itu semua. Akan tetapi dalam praktiknya pendidikan di tahun-tahun terakhir mengalami degradasi moral yang mengkhawatirkan karena pengaruh perkembangan global. Kondisi ini mengakibatkan tergerusnya moral dan tata krama, etika bahkan karakter bangsa.(Omeri, 2015)

Di Indonesia, degradasi moral sangatlah mengkhawatirkan dengan adanya potret buram dalam dunia pendidikan. Hal ini ditunjukkan dengan maraknya kasus-kasus pelanggaran yang dilakukan peserta didik. Berdasarkan hasil riset Programme for International Students Assessment (PISA, 2018) Indonesia merupakan Negara tertinggi kelima dari 78 negara yang tergabung dalam Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD). Sebanyak 41,1% murid mengalami perundungan, 18% pelajar mengaku dipukul oleh temannya, 22 % murid lain mengambil hak murid lain, 14 % diancam, 22% selalu diejek temannya, 19% dikucilkan dan 20% menyebarkan rumor tidak baik.

Prelevansi Perundungan di Indoneisa Menurut PISSA TAhun 2018

Melihat data tersebut, maka jelas terlihat betapa pentingnya nilai-nilai moral untuk selalu dibumikan. Pendidikan harus ikut andil dalam mengatasi hal ini dan menjadi pencerah bagi suatu bangsa. Hal ini sejalan dengan pendapatnya Tasso, dkk yang menyebutkan bahwa pendidikan merupakan obor yang memberikan penerangan jalan manusia dengan hanya tidak menanamkan pengetahuan, namun juga nilai-nilai moral, sikap spiritual dan karakter.

Untuk itulah pendidikan dijadikan sebagai upaya yang utama dalam pembangunan karakter bangsa. Dalam mendukung pendidikan yang lebih baik, maka dikeluarkannya Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 87 tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Setidaknya terdapat lima nilai yang menjadi fokus pemerintah yaitu, religius, nasionalis, gotong royong, mandiri dan integritas. Melalui program ini diharapkan tercapainya tujuan pendidikan nasional dalam membangun karakter peserta didik.(Sugara & Mutmainnah, 2020)

Dalam melaksanakan program penguatan karakter, maka peran seorang guru sangatlah penting. Dimana guru bertugas menyiapkan manusia-manusia yang cakap dan diharapkan dapat mendidik peserta didik secara intelektual dan moral untuk mengkritisi isu-isu global yang kompleks dan kontroversial sehingga terbentuklah kepribadian dan karakter peserta didik yang baik. Jadi, untuk membangun kepribadian peserta didik, peran guru juga menjadi jembatan agar terbentuknya karakter bangsa dalam mensukseskan tujuan pendidikan nasional.

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis tertarik untuk mengkaji dan mendeskripsikan lebih dalam mengenai peran seorang guru dalam membangun karakter bangsa.

 

Pembahasan

Dari berbagai telaah yang penulis lakukan, bahwa pembangunan karakter sudah dilakukan dengan berbagai cara, namun dalam pelaksanaanya masih belum berjalan dengan baik. Hal ini bisa kita lihat dari sektor ekonominya yang juga belum terselesaikan, kesenjangan sosial dimana-mana, kasus korupsi di dunia perpolitikan yang masih menjamur, pergaulan bebas yang merebak pada remaja dan permasalahan-permasalahan lainnya. Indonesia yang dikenal dengan perilaku sopan santunnya, jika menyelesaikan masalah dengan musyawarah, gotong royong serta berperilaku toleransi, sekarang secara perlahan mulai tergerus. Semuanya karena masih labilnya jati diri dan karakter seseorang yang bermuara kepada hilangnya ketertarikan pada nilai-nilai ideologi negara. Salah satu yang mengakibatkan permasalahan ini adalah karena arus globalisasi yang begitu cepat, sehingga secara tidak langsung berakibat pada merosotnya karakter bangsa pada generasi muda yang menjadi aset bangsa dimasa depan.(Komara, 2018)

Baca juga:  Selayang Pandang Desa Tanjung Sangkar

Kita semua menyadari bahwa pendidikan sesungguhnya tidak hanya transfer ilmu pengetahuan melainkan juga transfer nilai. Untuk itu, penanaman karakter bangsa berdasarkan nilai-nilai budaya dalam pendidikan merupakan hal yang sangat esensial. Dan dalam pendidikan, seorang guru lah yang memiliki andil dalam pembangunan karakter bangsa melalui penguatan pendidikan karakter.

Berdasarkan hasil analisis penulis guru berperan dalam penguatan program pendidikan karakter bagi siswa di sekolah yang bertugas mempersiapkan orang-orang bermoral yang cakap  dan diharapkan untuk membangun karakter bangsa dan negara. Dengan demikian dalam melaksanakan tugas pengajaran profesi, guru memberikan pengetahuan dan membangun kepribadian siswa untuk mencapai tujuan tersebut. Pendidikan di sekolah tidak hanya berupaya mentransfer ilmu saja, namun juga memperkuat karakter siswa.

Karakter dapat dimaknai sebagai nilai dasar yang membangun pribadi seseorang, baiknya karakter karena pengaruh hereditas maupun pengaruh lingkungan, yang membedakannya dengan orang lain, serta diwujudkan dalam sikap dan perilakunya dalam kehidupan sehari-hari. Menurut Thomas Lickona Karakter merupakan sifat alami seseorang dalam merespon situasi secara bermoral. Sifat alami itu dimanifestasikan dalam tindakan nyata melalui tingkah laku yang baik, jujur, bertanggung jawab, menghormati orang lain dan karakter mulia lainnya.(Lickona, 2013)

Karakter merupakan suatu yang berarti dalam kehidupan bernegara. Memudarnya karakter berarti memudarnya generasi penerus bangsa. Hingga dari itu, dapat dikatakan bahwa karakter berperan supaya bangsa Indonesia tidak terombang- ambing. Karakter haruslah dibentuk serta di wujud supaya jadi bangsa yang bermartabat, sebab karakter tidak datang dengan sendirinya. Berikutnya, pembangunan karakter bangsa dibagi jadi 3 tatanan besar, ialah meningkatkan serta menguatkan jati diri bangsa Indonesia, melindungi kesatuan NKRI, dan membentuk warga yang memiliki akhlak mulia serta bermartabat. Dalam rangka meningkatkan perkembangan karakter supaya tercapai, maka diperlukan upaya yang nyata dan jelas. Setidaknya terdapat 5 nilai utama karakter yang dirancang oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia dalam gerakan Penguatan Pendidikan Karakter, yaitu religius, nasionalis, mandiri, gotong-royong dan integritas (RI, 2017).

Pertama, nilai karakter religius yang menggambarkan bagaimana hubungan kita dengan Tuhan Yang Maha Esa, yang diwujudkan dengan perilaku mengamalkan apa yang diajarkannya dan menghindari setiap larangannya. Bentuk dari karakter religius ini yaitu melaksanakan ajaran kepercayaan yang kita anut, toleransi antar beragama, menjunjung tinggi sikap toleran, serta rukun dan damai dengan pemeluk agama yang lain. Nilai karakter religius ini meliputi tiga dimensi relasi sekaligus, yaitu: hubungan individu dengan Tuhan, individu dengan sesama, dan individu dengan alam semesta atau lingkungan.(Ningsih, 2015)

Baca juga:  HUT RI KE-76: Arti Kemerdekaan Masa Pandemi Covid-19

Kedua, nilai kepribadian nasionalis adalah metode, sikap, berpikir serta berbuat yang membuktikan kepedulian, penghargaan yang besar terhadap bahasa, sosial, kesetiaan menjaga budaya, ekonomi, serta politik bangsa, menempatkan kepentingan bangsa serta negeri di atas kepentingan diri serta kelompoknya. Sub nilai nasionalisme, antara lain, apresiasi budaya bangsa sendiri, melindungi kekayaan budaya bangsa, rela berkorban, unggul serta berprestasi, cinta tanah air, melindungi negara, taat hukum, disiplin, dan menghormati keragaman budaya, suku, serta agama.(Priyambodo, 2017)

Ketiga, nilai karakter mandiri adalah perilaku serta sikap tidak tergantung pada orang lain serta mempergunakan seluruh tenaga, pikiran, serta waktu buat merealisasikan harapan, mimpi, serta cita- cita. Sub- nilai mandiri, antara lain, etos kerja ataupun kerja keras, tangguh serta tahan banting, energi juang, handal, kreatif, keberanian, serta jadi pembelajar selama hayat(Munawir Yusuf, 2017).

Keempat, nilai karakter gotong- royong mencerminkan aksi menghargai semangat kerja sama serta bahu membahu menuntaskan perkara bersama, menjalankan komunikasi serta persahabatan, dan berikan dorongan ataupun pertolongan pada orang- orang yang memerlukan. Sub- nilai gotong royong, antara lain, menghargai, kerja sama, inklusif, komitmen atas keputusan bersama, musyawarah serta mufakat, tolong- menolong, solidaritas, empati, anti diskriminasi, anti kekerasan, serta perilaku kerelawanan (Komara, 2018).

Kelima, nilai karakter integritas adalah nilai yang mendasari sikap yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya selaku orang yang senantiasa bisa dipercaya dalam perkataan, aksi, serta pekerjaan, dan mempunyai komitmen serta kesetiaan pada nilai- nilai kemanusiaan serta moral ataupun integritas moral. karakter integritas meliputi perilaku tanggung jawab selaku masyarakat negeri, aktif ikut serta dalam kehidupan sosial, dan konsistensi dalam aksi serta perkataan yang bersumber pada kebenaran. Sub- nilai integritas, antara lain, kejujuran, cinta pada kebenaran, setia, komitmen moral, anti korupsi, keadilan, tanggung jawab, keteladanan, serta menghargai martabat orang(Munawir Yusuf, 2017).

Adapun yang perlu dilakukan seorang guru sebagai seorang pendidik yang berperan menguatkan pendidikan karakter siswa agar terciptanya karakter bangsa yang kokoh bisa diterapkan dalam pembelajaran di sekolah. Berikut hal yang perlu seorang guru atau pendidik lakukan untuk membangun karakter siswa:

Pertama, Pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa. Siswa ditempatkan sebagai subjek pembelajaran, yang secara aktif mengembangkan minat dan potensi yang dimilikinya. Siswa tidak lagi dituntut untuk mendengarkan dan menghafal materi pelajaran yang diberikan guru, tetapi berupaya mengkonstruksi pengetahuan dan keterampilannya, sesuai dengan kapasitas dan tingkat perkembangan berpikirnya, sambil diajak berkontribusi untuk memecahkan masalah nyata yang terjadi dalam masyarakat) (Hosnan, 2016).

Kedua, Siswa harus diajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain. Berkolaborasi itu harus dilakukan dengan orang yang berbeda dalam latar budaya dan nilai yang dianutnya. Dalam menggali informasi dan membangun makna, siswa perlu didorong untuk bisa berkolaborasi dengan teman-teman di kelasnya. Dalam mengerjakan suatu proyek, misalnya, siswa juga perlu dibelajarkan bagaimana menghargai kekuatan dan talenta setiap orang, serta bagaimana mengambil peran dan menyesuaikan diri secara tepat dengan mereka(Hosnan, 2016).

Baca juga:  Permasalahan Sampah yang Tak Kunjung Usai

Ketiga, Perkembangan peserta didik tidak akan banyak berarti, jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di luar sekolah. Oleh karena itu, materi pelajaran perlu dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari siswa. Guru perlu mengembangkan metode pembelajaran, yang memungkinkan siswa terhubung dengan dunia nyata atau real word. Guru harus membantu siswa agar dapat menemukan nilai, makna, dan keyakinan atas apa yang sedang dipelajari serta dapat mengaplikasikan dalam kehidupan sehari-harinya. Guru juga harus melakukan penilaian kinerja siswa, yang dikaitkan dengan dunia nyata(Hosnan, 2016).

Keempat, Dalam upaya mempersiapkan siwa menjadi warga negara yang bertanggung jawab, sekolah seyogyanya dapat memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya. Misalnya, sekolah mengadakan kegiatan pengabdian masyarakat, dimana siswa dapat belajar dan mengambil peran, serta melakukan aktivitas tertentu dalam lingkungan sosial mereka. Siswa dapat dilibatkan dalam berbagai pengembangan program yang ada di masyarakat, seperti program kesehatan, pendidikan, lingkungan hidup, dan sebagainya. Selain itu, siswa juga perlu diajak untuk mengunjungi panti-panti asuhan, dalam rangka melatih kepekaan empati dan kepedulian sosialnya(Hosnan, 2016).

 

Kesimpulan

               Untuk membangun karakter bangsa tidak hanya tercermin dari melimpahnya sumber daya alamnya, namun juga kualitas sumber daya manusianya. Adanya degredasi moral membuat Indonesia berada dalam masalah serius yang harus ditangani. Untuk itulah dalam pendidikan, seorang guru berperan penuh untuk ikut andil membangun karakter bangsa melalui penguatan karakter pada peserta didiknya. Adapun peran guru yang bisa diimplementasikan untuk Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) yaitu, pengembangan pembelajaran seyogyanya menggunakan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada siswa, siswa harus diajarkan untuk bisa berkolaborasi dengan orang lain, perkembangan peserta didik tidak akan banyak berarti, jika tidak memberi dampak terhadap kehidupan siswa di luar sekolah dan memfasilitasi siswa untuk terlibat dalam lingkungan sosialnya.

 

Daftar Pustaka

Hosnan, M. (2016). Pendekatan Santifik dan Konstektual dalam Pembelajaran Abad 21: Kunci Sukses Implementasi Kurikulum Abad 32. Ghalia Indonesia.

Komara, E. (2018). Penguatan Pendidikan Karakter dan Pembelajaran Abad 21. SIPATAHOENAN : South-East Asian Journal for Youth, Sports & Education, Vol. 4, No, 17–26.

Lickona, T. (2013). Educating For Character How Out Schools Can Teach Respect and Responsibility,. PT. Bumi Aksara.

Munawir Yusuf. (2017). Pendidikan Karakter Menuju Generasi Emas 2045 Dalam Inovasi Pendidikan: Bunga Rampai Kajian Pendidikan Karakter, Literasi dan Kompetensi Pendidikan dalam Menghadapi Abad 21.

Ningsih, T. (2015). Implementasi Pendidikan Karakter. Penerbit STAIN.

Omeri, N. (2015). Pentingnya Pendidikan Karakter Dalam Dunia Pendidikan. Manajer Pendidikan, Vol 9. No.

Priyambodo, A. B. (2017). Implementasi Pendidikan Karakter : Semangat Kebangsaan dan Cinta Tanah Air Pada Sekolah Berlatar Belakang Islam di Kota Pasuruan. Jurnal Sains Psikologi, Vol. 6, No.

RI, K. (2017). Penguatan Pendidikan Karakter Jadi Pintu Masuk Pembenahan Pendidikan Nasional. https://www.kemdikbud.go.id/main/blog/2017/07/penguatan-pendidikan-karakter-jadi-pintu-masuk-pembenahan-pendidikan-nasional

Sugara, H., & Mutmainnah, F. (2020). Peran Guru PPKN Dalam Membangun Karakter Bangsa Sebagai Respon Dan Tantangan Abad Ke-21. Jurnal FKIP Unipa Surabaya, Vol. 17, N.

 

 

Penulis: Hilhamsyah/Pers