Part II : Untuk Teman-teman ku yang Disana

by -

“Bagiku sendiri politik adalah barang yang paling kotor. Lumpur-lumpur yang kotor. Tapi suatu saat dimana kita tidak dapat menghindari diri lagi, maka terjunlah”. Soe Hok Gie
Politik memang soal kekuasaan, tak lebih!
Entah itu bernegara bahkan dalam konteks mahasiswa sebagai aktor pun pastinya selalu hal yang menjadi tujuan adalah kekuasaan. Tak heran jika kemudian saling menjatuhkan dipilih sebagai cara untuk mendapatkan jaminan berupa kekuasaan.

Begitu juga dengan kita yang berjalan dengan membawa label mahasiswa, selalu dihadapi dengan situasi yang demikian, tak bisa terhindarkan, karena memang sebuah keniscayaan. Tapi, apakah dengan cara yang sama?

Lantas, apakah kita ingin disamakan dengan tingkah para oknum penguasa yang selalu kita kritik karena ulah busuk kekuasaan? Tentu tidak, karena mereka punya tujuan iming-iming penghasilan.
Bagaimana dengan kita, bekerja tanpa gaji namun kadang tak menjunjung sportifitas dalam berkompetisi. Bagaimana jika mendapat bayaran dari jabatan yang kita emban? Tentu lebih dari menjatuhkan bahkan mungkin peperangan.
Kita berkoar dijalanan menyampaikan hak dan aspirasi kaum proletar, namun lupa menciptakan hubuingan baik antar kolega seperjuangan. Memang tidak keseluruhan, masih ada yang lurus dengan tujuan, hanya saja bebrapa oknum yang kurang paham makna persaudaraan.

Baca juga:  Ormawa IAIN SAS Bangka Belitung 2024 Harus Memberikan Pengaruh Positif untuk Kampus dan NKRI

Kita semua tau bahwa demokrasi dijunjung tinggi, kritikan tak pernah berhenti sampai disini, namun menciptakan propaganda tanpa bukti bukan hal yang semestinya dilakukan jika mengaku sebagai kaum akademisi.
Jika salah mari perbaiki dengan hati, mari berdiskusi bersama mencari jalan keluar masalah yang saat ini kita hadapi, sama-sama kita bedah konstitusi, sampaikan dengan intelektual yang kita miliki, bukan malah meneruskan kabar buruk yang dibuat-buat hanya untuk saling menjatuhkan satu sama lain.

Apa yang sebenarnya kita cari? Berpolitik sehatkah, atau hanya sekedar mencari eksistensi. Bergerak dengan kesejahteraan bersama sebagai landasan, namun kepentingan kelompok tertentu yang menjadi tujuan? Semoga tidak demikian.
Hal-hal semacam ini tentu bukan sebuah kedewasaan, memutus pertemanan hanya karena bergabung dengan kelompok yang berseberangan, menjelek-jelekan, bahkan kata-kata berbau pencemaran yang seharusnya tidak diucapkan santer terdengar. Inikah politik kampus? Atau rakus?

Baca juga:  Karena Daring, Nilai Asal Kasih

Tentu ini akan berdampak kedepannya untuk regenerasi yang akan meneruskan perjuangan. Kasian mereka yang baru bergabung terzolimi pikirannya dengan fitnah doktrin yang menyesatkan.
Sekali lagi, mari sama-sama mendewasakan hati, pikiran dan gerakan. Untuk apa tujuan kita bergerak sebenarnya?

Penulis: Okta Saputra