Dampak Ketika Kepulauan Bangka Belitung Di-Lockdown dan Masyarakatnya Dirumahkan

by -
Risandi Rizky

 

Penulis: Rissandy Rizki
(Mahasiswa IAIN Syaikh Abdurrahman Siddik Bangka Belitung, Jurusan Perbankan Syariah)

Istilah “Lockdown” mulai terdengar familiar saat ini. Ketika munculnya sebuah penyakit yang berawal dan lahir di Wuhan, Cina pada Desember 2019. Sehingga diberi nama Coronavirus Disease 2019 atau disingkat COVID-19. Virus yang menimbulkan penyakit gangguan pada pernafasan ini kemudian dideklarasikan sebagai pandemi oleh Badan Kesehatan Dunia atau World Health Organization (WHO) tanggal 9 Maret 2020. Pandemi menurut Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dimaksudkan dengan sebuah virus yang telah menyebar secara luas di dunia.

Boomingnya COVID-19 di dunia sebanding dengan boomingmya istilah “Lockdown”. Ada beberapa negara yang telah menerapkan Lockdown seperti Cina dan Italia. Lockdown sendiri dapat dikatakan sebagai pembatasan wilayah. Sesuatu yang seperti ini di Indonesia disebut dengan karantina wilayah. Indonesia sendiri terkhusus akhirnya melakukan tindakan yang mirip dengan Lockdown dengan nama PSBB (Pembatasan Sosial Berskal Besar). PSBB berdasarkan UU No. 6 tahun 2018 berarti pembatasan seseorang kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi. PSBB ini tidak bisa diterapkan langsung di tiap daerah. Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi agar PSBB dapat diterapkan.

Kepulauan Bangka Belitung yang salah satu dari daerah tersebut akhirnya masuk dalam zona merah ketika sebelumnya masih dalam zona hijau. Zona merah menunjukkan bahwa suatu wilayah tersebut telah ada positif terkena COVID-19. Kepulauan Bangka Belitung didata oleh kementerian kesehatan masuk provinsi ke-31 wilayah zona merah dengan kabar terbaru 29 orang positif COVID-19. Sungguh disayangkan namun tidak dipungkiri itu terjadi karena faktor ketidaklengkapan peralatan dan kelalaian berbagai pihak.

Melupakan dan mempelajari kesalahan dari masa lalu merupakan poin penting. Salah satunya adalah kesiapan terhadap masa depan yang belum terjadi. Bukan bermaksud untuk menjadi Tuhan, akan tetapi melihat kemungkinan-kemungkinan terjadi dengan indikasi indikator-indikator yang ada. Kepulauan Bangka Belitung memiliki kemungkinan untuk di-Lockdown ataupun mendapat izin PSBB. Namun apa yang terjadi jika Kepulauan Bangka Belitung di-Lockdown/PSBB dan masyarakatnya dirumahkan.

Baca juga:  Apa sih Pentingnya Gabung Organisasi Kampus?

Kepulauan Bangka Belitung di-Lockdown/PSBB
Ada sisi baik dan buruk apabila Kepulauan Bangka Belitung di-Lockdown. Ada sektor dominan yang menjadi pedang mengimbangi pedang dari daerah lain. Seberapa baik/buruknya lockdown/PSBB akan dilihat dari dampak terhadap sektor tersebut.
1. Sektor Ekonomi
Kepulauan Bangka Belitung sesuai kata depannya termasuk daerah kepulauan. Jadi untuk mendapatkan barang-barang yang tidak bisa dihasilkan sendiri atau stok yang terbatas, maka harus membeli dari luar daerah/lintas pulau. Sampainya barang-barang itu harus melewati beberapa fase-fase panjang sehingga menghasilkan harga yang tidak murah. Ini karena ada biaya tambahan yang perlu dipertimbangkan sebagai landasan awal pembentukan harga di pasar. Salah satu yang bisa dijadikan contoh adalah beras. Kepulauan Bangka Belitung memiliki tanah yang tidak biasa dibandingkan daerah lain. Tanah yang tidak cocok ditanam padi. Ditambah kondisi perairan yang kurang mendukung. Namun bukan berarti tidak ada padi yang bisa ditanam. Ada satu tipe padi yang bisa ditanam, namanya padi ladang dengan varietasi padi unggul seperti padi merah. Meskipun ada padi tersebut tetap tidak bisa mencukupi kebutuhan akan beras itu sendiri sehingga perlu menstok beras dari luar daerah.
2. Sektor Pariwisata
Kepulauan Bangka Belitung meskipun hanya berbentuk kepulauan tapi memiliki kelebihan tersendiri. Terutama di bidang pariwisata. Di Indonesia sendiri, pariwisata disini tergolong menjadi tempat singgahan dalam buku para wisatawan. Selain itu, bentuk geografis yang strategis dan masyarakatnya yang
heterogen menjadi pendukung seberapa berpotensinya sektor pariwisata. Dengan prestasi sebagai satu dari sepuluh kawasan wisata destinasi utama wisata tanah air. Sehingga pariwisata adalah salah satu pemasukan terbesar dalam PAD daerah. Masyarakat sekitar pariwisata juga menjalani dan mengguluti perekonomian mereka pada sektor pariwisata. Di-lockdownnya/diberi izin PSBB atas Kepulauan Bangka Belitung mengakibatkan kevitalan yang tajam di bidang pariwisata. Penutupan daerah wisata dan pembatasan kunjungan pekerja atau wisatawan yang berasal dari negara atau daerah terdampak, mengakibatkan penurunan kinerja pariwisata secara global juga segnifikan.
3. Sektor Kesehatan
Melihat dari segi kesehatan, Kepulauan Bangka Belitung termasuk daerah yang dalam segi fasilitas kesehatan masih jauh dari kata lengkap. Untuk melakukan uji SWAB, pihak kesehatan harus menunggu hasil paling cepat seminggu. Ini terjadi karena tidak bisa melakukan sendiri dan tidak adanya teknologi tersebut. Dengan men-lockdown/PSBB Kepulauan Bangka Belitung berarti menghentikan orang-orang untuk masuk. Artinya menutup jalur penyebaran virus yang dibawa dari luar daerah dan mempercepat pemutusan mata penyebaran Covid-19.

Baca juga:  Politik Kepentingan Yang Berbasis Eksploitasi Sumber Daya Alam

Masyarakat Kepulauan Bangka Belitung Dirumahkan
Salah satu kebijakan dari pemerintah adalah menghimbau masyarakat untuk selalu berada di rumah. Himbauan ini dilakukan tak lain untuk memutuskan penyebaran Covid-19. Banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak bisa dan siap untuk melaksanakannya. Dengan berbagai alasan. Masyarakat itu termasuk masyarakat Kepulauan Bangka Belitung. Ada beberapa faktor yang diperlu dipertimbangkan apabila masyarakat Kepulauan Bangka Belitung dirumahkan. Faktor ini menjadi penentu kemana dan harus diapakan sebaiknya masyarakat. Apakah benar harus dirumahkan ? atau malah sebaliknya.
1. Masyarakat Produktif
Masyarakat di Kepulauan Bangka Belitung berjumlah ± 1.223.296 jiwa dengan 68,63% masyarakat yang produktif (Data Survei Sosial Ekonomi Nasional 2019). Ini menunjukan bahwa apabila masyarakat yang lebih dari setengah adalah mereka yang produktif maka mengakibatkan kesia-siaan dalam memanfaatkan sumber daya manusia. Terlebih mereka yang bekerja di rumah. Tidak akan memaksimalkan kinerja seperti biasa dilakukan di kantor/perusahaan. Mereka disini adalah mereka yang bisa membawa dan melaksanakan tugas di rumah. Tidak bisa diterapkan bagi mereka, pekerja kasar, serabutan dan sebagainya. Menghambat juga dalam proses penyiapan dalam ombak bonus demografi yang diprediksi pada tahun 2045, tepat 100 tahun Indonesia merdeka.
2. Kultural Sosial Budaya
Kepulauan Bangka Belitung kental akan kultural baik budaya dan sosial. Budaya yang melibatkan banyak orang. Budaya yang maksimal terhadap suatu adat istiadat dan senangnya berkumpul dengan orang-orang baik di hari pekan maupun di hari libur lainnya. Misalnya lebaran di Kepulauan Bangka Belitung secara umum tujuh kali dilakukan, idul fitri, idul adha, maulid nabi, isra’miraj, muharram, kongyan dan krismas. Tentu saja hari besar ini dilakukan secara mewah dengan hiburan, makanan&minuman dan dilakukan lebih dari sehari. Hal ini sudah menjadi kebiasaan generasi ke generasi. Tidak akan mudah menghilangkannya. Apalagi dengan merumahkan masyarakat tersebut. Tentu saja kebijakan itu akan berjalan tapi hanya sebagian masyarakat.
3. Kebutuhan Keseharian yang Dipakai
Masyarakat di Bangka Belitung termasuk masyarakat dengan perekonomian tinggi. Bisa dilihat dari penggunaan listrik PLN, pengakses internet dan Elpiji diatas angka 80%. Artinya apabila masyarakat dirumahkan akan menyebabkan semakin meningkatnya penggunaan barang-barang tersebut. Biaya untuk mendapatkannya tidaklah murah. Ditambah sebelum dirumahkan Kepulauan Bangka Belitung termasuk dalam provinsi dengan tingkat inflasi tinggi. Jadi meningkatnya penggunaan barang-barang juga berdampak meningkatnya inflasi lebih dari sebelumnya.

Baca juga:  Formasi KIP-K IAIN SAS Bangka Belitung Gencarkan Pengabdian Masyarakat melalui Program Formasi Berbagi