BPJS Naik Rakyat Semakin Tercekik

by -

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, merupakan badan hukum publik yang bertanggung jawab langsung kepada presiden dan memiliki tugas untuk menyelenggarakan jaminan kesehatan nasional bagi seluruh rakyat Indonesia.

Sejak berproses pada januari 2014, BPJS kesehatan memang terus dirundung kekurangan dana. Defisit keuangan mereka terus membengkak. Tahun ini, kas mereka terancam tekor hingga Rp 22,4 triliun. Tanpa pembenahan menyeluruh BPJS kesehatan bakal makin terpuruk.

Saat ini pemerintah kembali menaikkan iuran BPJS Kesehatan, kenaikan ini tertuang dalam Perpres No 75 tahun 2020 tentang perubahan atas Perpres No 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan, namun rencana itu sempat di batalkan oleh MA (Mahkamah Agung), padahal masyarakat berharap banyak agar putusan MA itu dapat dilaksanakan akan tetapi presiden mengeluarkan peraturan Perpres No 64 tahun 2020 tentang perubahan kedua atas PerPres No 82 tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.

Saat ini BPJS kesehatan menjadi perbincangan masyarakat karena pada tanggal 14 Mei 2020 kita mendapatkan kabar buruk iuran BPJS Kesehatan naik 100 persen.

Kenaikan iuran atau yang disebut penyesuaian iuran ini menjadi masalah bagi masyarakat, apalagi kebanyakan mereka peserta mandiri. Pengumuman kenaikan itu resmi diberlakukan berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan kedua atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan. Nantinya, iuran peserta PBPU dan Bukan Pekerja (BP) BPJS akan naik 100 persen, yakni kelas I menjadi Rp 160.000 dari sebelumnya Rp 81.000, kelas II menjadi Rp 110.000 dari sebelumnya Rp 52.000, dan kelas III menjadi Rp 42.000 dari sebelumnya Rp 25.500.

Baca juga:  Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (PPMI) Dewan Kota Bangka Belitung, Gelar Musyawarah Kota Ke-2

Penyebab kenaikan BPJS adalah, untuk menjaga kualitas dan kesinambungan program jaminan kesehatan, termasuk dalam iuran perlu disinergikan dengan kebijakan keuangan negara secara proporsional dan berkeadilan serta dengan memperhatikan pertimbangan.

Kebanyakan peserta mandiri yang hanya mendaftar pada saat sakit dan memerlukan layanan kesehatan yang berbiaya mahal dan setelah sembuh peserta berhenti untuk membayar iuran, apalagi di tambah dengan kondisi pandemi saat ini. Tentunya dengan kondisi seperti ini akan semakin menyulitkan para pasien untuk membayar. Taruhannya kalau tidak bisa membayar kan kehilangan kartu BPJS.

Bagi masyarakat kalau BPJS nya nunggak atau tidak aktif kan nyawa masyarakat lah yang dipertaruhkan karena pasien seperti cuci darah contohnya tidak bisa ditunda. Tentu saja dengan kondisi ekonomi yang carut marut seperti ini akibat pandemi covid-19, dimana masyarakat banyak kesulitan ekonomi akibat PHK dll. Justru pemerintah malah mengambil kebijakan menaikan iuran BPJS sehingga masyarakat tercekik.

Baca juga:  Formasi KIP-K Adakan Kegiatan Silaturahmi Keluarga Besar Bidikmisi dan KIP-Kuliah

Tentu saja kenaikan iuran BPJS ini bersebrangan dengan pedoman hak asasi manusia di tengah pandemi, dalam situasi ini yang di butuhkan masyarakat akses yang luas dan terjangkau. Naiknya iuran BPJS ini menyebabkan kebanyakan masyarakat akan menurunkan kelasnya, seperti masyarakat yang tadinya kelas 1, berpindah menjadi ke kelas 2 atau kelas 3.

Kenaikan iuran BPJS ini mendapat banyak komentar dari masyarakat apalagi terkait dampak yang akan ditimbulkan dari kebijakan ini. Karena itu, seharusnya pemerintah mengkaji kembali kenaikan iuran BPJS, karena kenaikan iuran ini sama sekali tidak menyelesaikan masalah defisit.

Timbulah sebuah pertanyaan, Mengapa BPJS kesehatan sering berhutang kepada rumah sakit, di saat negara masih gencar memikirkan pembangunan infrastruktur, sebaiknya dana untuk pembangunan Infrastruktur dialihkan untuk menambal defisit iuran BPJS, rakyat tidak perlu terkena imbasnya. Patut dipertanyakan mengapa BPJS sering berhutang, ke mana uang rakyat selama ini.

Selain itu sudah selayaknya pemerintah mengeluarkan dana sebesar apapun demi kesehatan rakyatnya, bukan menambah beban bagi masyarakat. Dan yang menjadi pertanyaan saya siapakah yang diuntungkan jika iuran BPJS naik, apakah ini memang benar-benar kebijakan yang bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat serta memperbaiki pelayanannya ataukah hanya ditujukan pada oknum-oknum tertentu.

Baca juga:  Hasil Sementara Pemilihan Ketua dan Wakil Ketua Dema IAIN SAS Babel: Siapakah Pemimpin Selanjutnya?

Padahal perlu diketahui kualitas seorang pemimpinlah yang menjadi kunci kemajuan sebuah bangsa. Alih-alih menaikan iuran BPJS kesehatan, yang terlihat justru semangat menutup akses warga terhadap pelayanan kesehatan. Ambillah kebijakan tapi pikirkan kebijaksanaannya, lakukan perubahan secara terukur dan menyeluruh. Sudah selayaknya seorang presiden lebih memperhatikan rakyat kecil ditengah wabah pandemi ini, bukan malah tambah menyengsarakan.

Belum lagi sejauh ini banyak masyarakat terkena PHK, para pelaku bisnis dan UMKM pun omsetnya menurun, bagaimana mau membayar Iuran BPJS untuk makan saja susah, jelas kebijakan ini sangat lah meresahkan rakyat. Tolonglah pemerintah jangan labil dalam manga hadapi situasi ini.

Kebijakan yang diambil pemerintah dan praktik yang tidak transparan ini merupakan teror kesehatan bagi masyarakat. Negara justru menjadi beban, orang sakit akan semakin sakit, termasuk timbulah sakit hati rakyat terhadap pemerintahnya.